Monday, August 9, 2010

Terkait Anggota KPU Minder Saat Bertemu Presiden

Terkait Anggota KPU Minder
Saat Bertemu Presiden

Putu: Nunduk Itu
Kesantunan Politik,
Bukan Kurang Pede

Rakyat Merdeka,
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) I Gusti Putu Artha geram dengan tuduhan kalangan Dewan bahwa komisioner KPU pusat minder dan nunduk-nunduk ketika bertemu pejabat tinggi, seperti presiden, menteri dan DPR.

“Sikap tunduk-tunduk anggota KPU saat bertemu presiden jangan ditafsirkan sebagai bentuk minder kepada presiden. Terlalu artifisial dan dangkal tafsir seperti itu. Sikap anggota KPU seperti itu adalah sikap kesantunan politik, bukan kurang pede (percaya diri),” kata Putu kepada Rakyat Merdeka.

Perlu diketahui, anggota Komisi II DPR Agus Purnomo mengatakan, anggota KPU pusat sekarang mayoritas berasal dari daerah dan masih mempunyai hambatan psikologis dalam komunikasi. Sehingga, lanjutnya, anggota KPU tidak mampu menjaga martabat lembaganya karena tidak pede (percaya diri).

“Secara kompetensi, anggota KPU sekarang pas-pasan sehingga ketika berhadapan dengan presiden, menteri dan bertemu DPR, KPU sudah merasa underdog. Jadi lembaga KPU kan harus independen. Dengan presiden dan DPR hubungannya juga harus independen,” paparnya.

Melanjutkan ketarangannya, Putu berharap, masyarakat tidak melihat hubungan artifisial seperti itu, tapi perlu dilihat dari berbagai keputusan yang telah diambil KPU pusat.

“Justru, kita (KPU pusat) tegas dan berani dalam mengambil keputusan sesuai peraturan meskipun dari daerah,” jelas putera asal Bali ini.

Putu lalu mencontohkan ketegasan sikap KPU ketika menolak Gus Dur mencalonkan sebagai presiden. Bahkan, lanjutnya, lembaga pimpinan Abdul Hafiz Anshary ini tetap konsisten dalam putusan daftar pemilih tetap (DPT) pileg maupun Pilpres 2009.

“Padahal, banyak pihak, seperti dari kubu Megawati menggugat dan mempersoalkan DPT.”
Terkait pernyataan Agus Purnomo bahwa calon anggota KPU pusat harus berasal dari Jakarta, bukan dari daerah, Putu mangatakan, aturan itu diskriminatif.

Dia yakin, aturan yang sudah di sepakati Komisi II DPR ini bisa dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab hal ini bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD).

“Jika aturan aturan itu dituangkan dalam revisi undang-undang politik, maka peraturan itu bisa digugat ke MK dan dibatalkan. Sebab aturan itu menutup kesempatan orang daerah untuk jadi anggota KPU,” paparnya.

Ditegaskan, kemampuan komunikasi dan kredibilitas itu tidak ada hubungannya dengan masalah domisili daerah atau Jakarta.
Tapi, hal itu bisa dilihat dari mentalitas anggota itu yang dibangun dari pengalaman.

“Kalau calon anggota KPU dari Jakarta itu ternyata tidak punya pengalaman berkomunikasi dengan pejabat tinggi negara, ya sama saja bohong.” katanya.
Putu berharap, proses rekrutmen calon anggota KPU ke depan jangan dihubungkan dengan masalah domisili, tapi bagaimana proses itu mampu menjaring orang-orang yang mandiri dan punya kemampuan berkomunikasi.

“Yang perlu dilakukan Komisi II DPR adalah melakukan proses rekrutmen agar mampu menjaring orang yang berkompetensi, berkarakter, dan mampu beradaptasi dengan Jakarta,” tandasnya. CR-BCG

No comments:

Post a Comment