Saturday, July 31, 2010

Pilkada Langsung Bisa Suburkan Uang

Tanggapi Pernyataan Presiden SBY

Pilkada Langsung Bisa
Suburkan Politik Uang

Rakyat Merdeka
Sejumlah kalangan tidak sepakat dengan pernyataan Presiden SBY bahwa pilkada langsung adalah jalan terbaik. Justru, pilkada langsung hanya akan menyuburkan praktik politik uang.

Pakar Otonomi Daerah Prof Ryaas Rasyid menilai pernyataan SBY itu masih belum berdasar pada evaluasi pilkada di sejumlah daerah.
“Saya tidak tahu apakah pernyataan Presiden SBY itu sudah berdasarkan evaluasi atau belum. Sebab, berdasarkan hasil evaluasi menyebutkan money politics masih berjalan di sejumlah pilkada,” jelas Rasyid kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Karena itu, kata Ryaas, dalam waktu dekat dirinya akan bertemu SBY untuk mengkonfirmasi pernyataan itu.

Sebelumnya diberitakan, Presiden SBY menyatakan pilkada langsung adalah cara terbaik untuk memilih kepala daerah baik itu gubernur, bupati, maupun walikota.
”Pilkada langsung lebih baik karena konstituen dapat mengenal dekat para calon dan siapa pun yang terpilih nantinya mendapatkan mandat dari masyarakat yang dipimpinnya,” kata SBY dalam pengantar rapat kabinet terbatas dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di Kantor Kepresidenan di Jakarta, Rabu (28/8).
Memang, kata SBY, terdapat banyak dampak negatif dari pemilihan kepala daerah secara langsung.

Karena itu yang harus dilakukan adalah memperbaiki ekses-ekses negatif dari pemilihan kepala daerah secara langsung.
Ditempat terpisah, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, pilkada langsung adalah sistem pemilu yang sangat rawan dan menyuburkan terjadinya politik uang.
“Pilkada langsung itu bisa ditukar antara satu suara bisa dihargakan dengan sejumlah uang. Ini kan memprihatinkan,” kata Siti kepada Rakyat Merdeka.
Bahkan, lanjut Siti, pilkada langsung belum bisa menghasilkan kepala daerah berkualitas.

Hal tersebut karena proses pemilu yang hanya menilai normative, bukan substantif. “Banyak kepala daerah hasil dari pilkada langsung masih belum berhasil mencapai tujuan dari otonomi daerah seperti mendekatkan pelayanan publik, tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, dan mensejahterkan rakyat,” jelas Siti.

Senada diungkapkan anggota Komisi II DPR, Djamal Aziz. Menurut Djamal, pilkada langsung justru akan menguras kantong calon kepala daerah hingga kering kerontang.
“Dengan terkurasnya keuangan calon, maka, tak pelak, kepala daerah terpilih bisa melakukan tindak pidana korupsi karena ingin mengembalikan dana yang sudah dikeluarkan saat kampanye,” jelas politisi Hanura ini.
Selain itu, katanya, pilkada langsung banyak menimbulkan kerusuhan. Hal ini menandakan calon belum bisa menerima kekalahan.

Karena itu, untuk meminimalisir terjadinya penghamburan anggaran dan kerusuhan, dia mengusulkan agar pemilihan gubernur lebih baik dipilih melalui DPRD. CR-BCG/QAR